Mengapa Domestic Tourism di Indonesia Masih Jalan di Tempat?
Realitas Pahit Wisata Lokal
Domestic tourism atau pariwisata domestik di Indonesia seharusnya menjadi tulang punggung industri pariwisata. Namun, realitasnya jauh dari harapan. Walaupun Indonesia kaya akan destinasi wisata, mulai dari gunung hingga pantai, pariwisata dewi-widosari.com lokal justru seolah tidak mampu berkembang. Mengapa hal ini terjadi? Apakah kita terlalu sibuk menjual “surga dunia” kepada wisatawan asing hingga lupa memperbaiki pengalaman wisata untuk warga negara sendiri?
Masyarakat lokal sering kali dihadapkan pada berbagai hambatan yang membuat wisata domestik terasa tidak menarik. Infrastruktur yang buruk, mahalnya biaya perjalanan, hingga pelayanan yang sering mengecewakan menjadi keluhan umum. Jika dibandingkan, liburan ke luar negeri terkadang lebih terjangkau dan menyenangkan daripada menjelajahi negeri sendiri. Apakah kita diam saja melihat ini?
Harga Tinggi, Kualitas Minim
Siapa yang tidak geram ketika melihat harga tiket pesawat domestik yang melambung? Ironisnya, tiket ke negara tetangga seperti Singapura atau Malaysia bisa lebih murah. Di sisi lain, fasilitas transportasi umum menuju destinasi wisata sering kali memprihatinkan. Bus yang tidak layak jalan, kereta yang penuh sesak, dan minimnya alternatif transportasi di daerah wisata membuat pengalaman wisatawan lokal jauh dari kata nyaman.
Tidak berhenti di situ, harga akomodasi dan makanan di tempat wisata sering kali tidak sebanding dengan kualitasnya. Banyak hotel dan restoran di destinasi wisata lokal memberikan pelayanan yang mengecewakan. Apa artinya promosi besar-besaran jika pelayanan di lapangan justru merusak reputasi pariwisata kita?
Lingkungan Wisata yang Tidak Terjaga
Masalah lain yang terus menghantui pariwisata domestik adalah buruknya pengelolaan lingkungan wisata. Sampah berserakan, polusi suara, hingga minimnya edukasi wisata menjadi pemandangan yang sering kita temui. Beberapa destinasi bahkan kehilangan daya tariknya akibat eksploitasi berlebihan tanpa memperhatikan aspek keberlanjutan.
Alih-alih membangun citra positif, kondisi ini justru menciptakan kesan bahwa pariwisata domestik di Indonesia adalah pilihan yang penuh kompromi. Bagaimana bisa masyarakat tertarik berlibur jika setiap perjalanan meninggalkan rasa kecewa?
Adakah Harapan untuk Domestic Tourism?
Saat ini, tampaknya harapan untuk melihat pariwisata domestik berkembang pesat masih terasa jauh. Kebijakan pemerintah sering kali terfokus pada pariwisata internasional, sementara sektor domestik hanya menjadi bayang-bayang. Tidak ada regulasi yang tegas untuk menurunkan biaya perjalanan domestik, memperbaiki fasilitas, atau menjaga kelestarian alam.
Jika dibiarkan, pariwisata domestik akan terus terpinggirkan. Indonesia bisa kehilangan potensi besar yang sebenarnya ada di depan mata. Namun, apakah kita benar-benar siap mengakui kegagalan ini? Ataukah kita masih terus berharap tanpa tindakan nyata?
Domestic tourism membutuhkan lebih dari sekadar slogan. Kita membutuhkan langkah konkret untuk menjadikan pariwisata lokal sesuatu yang layak dibanggakan. Tanpa itu, pariwisata domestik hanya akan menjadi janji kosong yang terus terabaikan.